BAB
I
PENDAHULUAN
Pencemaran lingkungan
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan, dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu hingga menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1982).
Dengan meningkatnya
pembangunan nasional dan juga terjadinya peningkatan industrialisasi diperlukan
saran-sarana yang mendukung lancarnya proses industrialisasi tersebut, yaitu dengan meningkatkan sektor pertanian.
Kondisi pertanian di Indonesia di masa mendatang banyak yang akan diarahkan
untuk kepentingan agroindustri. Salah satu bentuknya akan mengarah pada pola
pertanian yang makin monokultur, baik itu pada pertanian darat maupun
akuakultur. Dengan kondisi tersebut, maka berbagai jenis penyakit yang tidak
dikenal atau menjadi masalah sebelumnya akan menjadi kendala bagi peningkatan
hasil berbagai komoditi agroindustri.
Peningkatan sektor
pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat dicapai hasil
yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional dalam bidang
pangan/sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan mengekspor hasil ke luar negeri. Sarana-sarana yang
mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian ini adalah alat-alat pertanian,
pupuk, bahan-bahan kimia yang termasuk di dalamnya adalah pestisida.
Di negara-negara dunia ketiga
yang sedang berkembang yang mencukupi kebutuhannya sendiri dalam bidang
pangan/sandang, penggunaan bahan-bahan kimia pertanian membantu pada kemajuan
dan perkembangan pertanian selanjutnya. Tetapi di negara-negara berkembang
telah mengurangi penggunaan dari bahan-bahan kimia pertanian karena merupakan
salah satu penyebab utama dari pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan
terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia
pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia
pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat
pertanian lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada
lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana
residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.
Bagaimana cara untuk
meningkatkan produksi pertanian disamping juga menjaga keseimbangan lingkungan
agar tidak terjadi pencemaran akibat penggunaan pestisida yang dapat mengganggu
stabilitas lingkungan pertanian.
Untuk itu perlu diketahui
peranan dan pengaruh serta bagaimana penanggulangan dari bahaya residu
pestisida tersebut dan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan peranan
pestisida pada lingkungan pertanian dalam mengendalikan hama, penyakit dan
gulma.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pestisida
Pestisida adalah zat beracun, apabila digunakan
tidak bijaksana, maka akan membahayakan tidak saja pada manusia tetapi juga
hewan dan lingkungannya. Di dalam menggunakan pestisida harus mengikuti
peraturan perundang – undangan di dalam negeri sesuai dengan peraturan
Pemerintah No. 7 th. 1973, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad pernik dan virus yang dipergunakan untuk :
·
Memberantas hama.
·
Memberantas rerumputan
tetentu yang tidak dikehendaki.
·
Mematikan daun dan mencegah
pertumbuhan yang tidak di inginkan.
·
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman,
bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
·
Memberantas atau mencegah binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu bersifat biosoda yang tidak saja beracun
pada organisme pengganggu tetapi dapat juga meracuni manusia dan lingkungannya.
Dalam meningkatkan/pencegahan pencemaran perlu
dilakukan usaha-usaha pencegahan masalah pestisida :
-
Peningkatan SDM pengguna maupun pengawas
pestisida.
-
Peningkatan kepedulian dan
dedikasi dalam pengawasan pestisida.
-
Peningkatan kerjasama
lintas sektoral.
-
Melakukan bimbingan dan
penyuluhan kepada pengguna pest
Pestisida telah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian di Indonesia.
Penggunaan pestisida telah dilakukan sejak tahun 1965. Pada saat itu,
jenis pestisida yang banyak digunakan adalah jenis organoklorin, contohnya
antara lain DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane) dan lindan.
Pada tahun 1970-an penggunaan jenis organoklorin dilarang digunakan, karena
tingkat toksisitas dan persistensinya yang tinggi (tahan lama hingga
berpuluh-puluh tahun bahkan bisa mencapai seratus tahun). Sejak saat itu, barulah dimulai era jenis pestisida
organofosfat dan karbamat. Pada tahun 2002 tercatat sebanyak 813
formulasi dan 341 bahan aktif. Penggunaan pestisida tertinggi adalah di
lahan hortikultura dan diikuti pada lahan tanaman pangan. Frekuensi aplikasi
pestisida bisa mencapai 3-5 kali dalam seminggu. Dan jenis pestisida yang
digunakan bisa lebih dari 2 jenis pestisida, bahkan bisa mencapai 7 jenis
pestisida yang digunakan sekaligus/dioplos.
Salah
satu dampak dari penggunaan pestisida adalah tertinggalnya residu pestisida di
dalam produk pertanian dan di dalam tanah. Walaupun telah lama jenis
organoklorin dilarang/tidak digunakan, namun residunya masih ditemukan hingga
kini baik di dalam tanah maupun pada produk pertanian.
B.
Dampak
Negatif Residu Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.
Pengaruh
residu pestisida terhadap kesehatan manusia adalah dapat mengganggu metabolisme
steroid, merusak fungsi tiroid, berpengaruh terhadap spermatogenesis;
terganggunya sistem hormon endokrin (hormon reproduksi) atau yang lebih dikenal
dengan istilah EDs (Endocrine Disrupting Pesticides), disamping dapat
merangsang timbulnya kanker. Gejala keracunan akut pada manusia adalah
paraestesia, tremor, sakit kepala, keletihan dan muntah. Efek keracunan
kronis pada manusia adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, system
imunitas dan sistem reproduksi.
Gejala kearacunan secara
umum yang berkaitan dengan pestisida, yang mungkin timbul sendiri atau
bersama-sama, diantara gejala umum yang sering kita alami jika mengalami
keracunan pestisida yaitu kelemahan atau
kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi, terbakar, keringat berlebihan,
perubahan warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida pada mata ditandai
dengan Iritasi, terbakar, air mata
berlebihan, kaburnya penglihatan, biji mata mengecil atau membesar.
Pada saluran pencernaan
orang yang mengalami gejala keracunan pestisida akan ditandai dengan mulut dan
kerongkongan yang terbakar, air ludah yang berlebihan, mual, muntah, perut
kejang atau sakit, dan mencret. Keracunan pestisida dapat juga menimbulkan gangguan pada sistem
syaraf yang ditandai dengan gejala kesulitan bernapas, napas berbunyi, batuk,
dada sakit, atau kaku.
Pestisida golongan
Organofospat berdampak apabila masuk
kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut, dan saluran pencernaan maupun saluran
pernapasan, pestisida organofosfat akan berikatan dengan enzim dalam darah yang
berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu kholinesterase. Apabila kholinesterase terikat, maka enzim tersebut
tidak dapat melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus
mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian
otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tanpa dapat dikendalikan.
Disamping timbulnya
gerakan-gerakan otot-oto tertentu, tanda dan gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah
pupil atau celah iris mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata
berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa
pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-muntah,
kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot tidak dapat digerakkan
atau lumpuh dan pingsan.
C.
Pengendalian
Residu Pestisida dengan Arang
Dalam
bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu
tanaman. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai
teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola
tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem
yang sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu.
Cara lain untuk mengatasi jasad penganggu selain menggunakan pestisida
kadang-kadang memerlukan waktu, biaya
dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu.
Dari
aplikasi pestisida pada suatu tanaman di lahan pertanian, maka kurang lebih 60%
pestisida akan jatuh ke tanah. Pestisida yang jatuh ke tanah tersebut
kemudian menjadi permasalahan besar bagi kualitas lingkungan, karena akan
terbawa aliran air dan akhirnya akan masuk ke sungai sehingga akan berpotensi
membahayakan hewan ternak bahkan manusia.
Agar
residu pestisida di dalam tanah tersebut tidak terbawa aliran air maka residu
tersebut perlu ditahan dengan suatu bahan yang dapat menyerap (imobilisasi). Bahan tersebut adalah arang aktif yang memiliki kemampuan
menyerap polutan. Arang aktif dapat dibuat dari limbah pertanian yang melimpah
yaitu sekam padi atau tempurung kelapa atau limbah pertanian lainnya melalui
proses pemanasan 500°C selama 5 jam dan aktivasi pada tungku listrik dengan
suhu 900°C selama 60 menit.
Berdasarkan
hasil penelitian (Asep, 2008), menunjukkan bahwa arang aktif yang berasal dari
sekam padi dan tempurung kelapa memiliki daya serap yang tinggi (yang
diekspresikan dengan angka Iod) terhadap residu pestisida masing-masing
sebesar. 460,4 dan 1191,8 mg/g.
Tabel
1. Karakteristik arang aktif tempurung
kelapa dan sekam padi
Parameter
|
Arang Aktif
|
|
Tempurung
Kelapa
|
Sekam Padi
|
|
pH
|
|
|
H2O
|
10,1
|
9,6
|
HCl
|
8,0
|
7,8
|
Bahan
organik
|
|
|
C (%)
|
6,5
|
2,3
|
N (%)
|
0,1
|
0,3
|
C/N
|
47
|
7
|
Nilai
Tukar Kation
|
|
|
Ca (me/100g)
|
0,7
|
1,7
|
Mg (me/100g)
|
0,6
|
0,5
|
D. Mengatasi Limbah Pestisida dengan Biokatalis Amobil
Biokatalisis adalah proses yang menggunakan katalis alami
(biokatalis), seperti protein enzim, untuk melakukan transformasi kimia pada
senyawa organik. Enzim yang digunakan dalam biokatalisis dapat berupa enzim
yang telah diisolasi atau enzim yang masih terdapat dalam sel hidup. Biokatalisis
merupakan teknologi yang relatif ramah lingkungan karena reaksi enzimatis dapat
berlangsung dalam pelarut air pada suhu ruangan, pH netral, tidak membutuhkan
tekanan tinggi dan kondisi yang sangat khusus. Kekhususan enzim dalam struktur
molekul dan gugus-gugus kimia spesifiknya memungkinkan berlangsungnya reaksi
yang bersih karena reaksi samping dapat diperkecil. Katalis yang digunakan
dalam biokatalisis dapat berupa enzim, sel utuh mikroba hidup yang
bermetabolisme secara aktif, atau berupa sel yang telah mati. Sel hidup
digunakan bila reaksi yang dilakukan adalah reaksi oksidoreduktasi yang
membutuhkan adanya daur ulang kofaktor yang relatif mahal. Dari kedua jenis
sumber enzim di atas, biokatalis dapat digunakan dalam bentuk amobil atau dalam
bentuk bebas.
Enzim amobil adalah enzim yang secara fisik dijerap pada
atau terlokalisasi dalam suatu bahan penyangga dengan tetap dipertahankannya
aktivitas katalitik, dan dapat digunakan berulangkali ataupun secara terus
menerus. Bahan penyangga akan menahan enzim, tetapi masih dapat membiarkan
substrat, produk, dan kofaktor menembusnya.
Amobilisasi enzim dapat mencegah terbukanya
lipatan-lipatan protein enzim yang dapat berakibat pada penurunan aktivitas
enzim. Dengan kata lain amobilisasi enzim meningkatkan kestabilan struktur
enzim sehingga enzim dapat dipakai berulangkali. Amobilisasi juga memudahkan
pemisahan biokatalis dari produk. Kemudahan memisahkan enzim dapat membantu
proses ekstraksi produk dan menghasilkan produk yang lebih baik kualitasnya.
E. Teknologi Pengendali Residu Pestisida Berbasis Arang Aktif
Teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian
Kementerian Pertanian ini bisa mengurangi kandungan residu pestisida hingga 50
persen. Melalui serangkaian kegiatan penelitian yang telah dilakukan di Lab.
Residu Bahan Agrokimia (Lab RBA), Balai Penelitian Lingkungan Pertanian di
Bogor pada periode 2007-2009 telah didapatkan suatu bahan amelioran arang aktif
yang terbuat dari limbah pertanian yang diketahui memiliki daya serap tinggi
dan mampu menyerap/mengikat pencemar residu pestisida.
Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif
Arang aktif tersebut adalah arang aktif tempurung kelapa,
sekam padi, tongkol
jagung
dan tandan kosong kelapa sawit. Arang aktif tersebut kemudian digunakan sebagai
bahan pelapis pupuk urea dengan perbandingan (80 : 20) dan sebagai bahan
pengisi/penyerap pada alat Fio (Filter pada inlet dan outlet) di lahan sawah.
Produk teknologi pemanfaatan limbah pertanian menjadi
arang aktif yang mampu menyerap residu pestisida di lahan pertanian, teknologi
pelapisan pupuk urea dengan arang aktif, dan alat filter residu pestisida pada
saluran inlet dan outlet di lahan sawah telah didaftarkan hak patennya ke
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 2009 dengan nomor
pendaftaran masing-masing S00200900254, P00200900630 dan S00200900253.
Pada tahun 2010, Lab RBA, Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian bekerjasama dengan PT. Delta Bumi Jaya (pemilik pupuk kombinasi urea
dan zeolit - two in one) mengembangkan pupuk tersebut menjadi pupuk three in
one (urea-zeolit-arang aktif) yang memiliki kemampuan untuk menangkap dan
mendegradasi pencemar residu pestisida.
Berdasarkan hasil uji coba lapangan terlihat bahwa
penggunaan urea berlapis arang aktif (berasal dari tempurung kelapa) dan urea
berlapis arang aktif dan Fio serta penggunaan zeolit di rumah kaca dan lahan
sawah menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut mampu menurunkan kadar residu
pestisida klorpirifos (organofosfat) dan lindan (organoklorin) hingga > 50
%.
Kemampuan urea+AATK (1), Zeolit (2), dan
Urea+AATK+Fio
dalam menekan residu organofosfat dan
organoklorin
di tanah sawah hingga >50%
Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif dan Zeolit
Alat Fio (Filter Inlet dan Outlet)
Residu insektisida telah ditemukan di berbagai komponen lingkungan
pertanian (tanah, air dan tanaman) di berbagai lokasi sentra produksi padi dan
sayuran di Pulau Jawa. Tidak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di sentra
produksi padi dan sayuran di daerah lainnya. Residu pestisida sebagian besar
akan terikat di tanah, dikarenakan sebanyak 60 % dari pestisida yang
disemprotkan ke tanaman akan jatuh ke tanah yang selanjutnya menjadi residu
pestisida, dan tentunya hal ini akan membahayakan kehidupan biota sungai
bilamana residu tersebut terbawa aliran air permukaan. Untuk itu, maka
diperlukan suatu strategi untuk mengikat/ imobilisasi residu pestisida agar
tidak terbawa aliran air permukaan.
Ada 2 (dua) strategi yang diterapkan untuk mengikat
residu pestisida tersebut
yaitu
:
1.
Pengikatan residu pestisida di tengah petakan oleh arang aktif yang dilapiskan
pada pupuk urea.
2.
Pengikatan residu pestisida oleh alat Fio yang ditempatkan pada posisi
inlet dan outlet di petakan sawah.
Dengan dua strategi tersebut diharapkan efek
residu pestisida terhadap produk pertanian dan lingkungan dapat diminimalisir.
Atas dasar pemikiran inilah Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian telah
menemukan teknologi pengendali residu pestisida ini.
Manfaat Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif (+
Zeolit) yaitu:
1.
Pupuk urea berlapis arang aktif dan zeolit akan bersifat slow
release.
2.
Zeolitnya akan berfungsi mengikat pupuk N dan K serta meningkatkan KTK
tanah.
3.
Pupuk urea akan tidak mudah menguap dan tidak mudah tercuci.
4.
Arang aktifnya akan berfungsi untuk mengikat (imobilisasi) pencemar
residu pestisida.
5.
Arang aktif akan disenangi oleh mikroba pendegradasi residu pestisida
sebagai "rumah tinggalnya" sehingga populasinya meningkat.
BAB III
KESIMPULAN
Penanggulangan residu pertisida pada pertanian dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
1.
Imobilisasi langsung dengan arang aktif baik dari sekam padi maupun
tempurung kelapa.
2.
Amobilisasi dengan biokatalis yaitu penyerapan residu pestisida dengan
memanfaatkan biokatalis berupa protein enzim, dan sel utuh mikroba hidup yang
bermetabolisme secara aktif, atau berupa sel yang telah mati.
3.
Penggunaan pupuk urea berlapis arang aktif (+ zeolit) yang
dikombinasikan dalam alat Fio (Filter Inlet dan Outlet) yang ditempatkan pada
petakan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Akhriwal Yulandra. 2010. Kunjungan Lapangan Di Merapi Golf
Cangkringan Sleman. Online (http://www.lingkunganbumi.blogspot.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.
Asep Nugraha. 2008. Teknologi Arang Aktif untuk
Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Online
(http://www.asena.blogdrive.com). Diakses
tanggal 8 Januari 2011.
Diana Sofia. 2010. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan
Pertanian. Makalah Lingkungan. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.
Nina Hermayani. 2009. Biokatalis Amobil Untuk Mengatasi Limbah
Pestisida. Online (http://www.limnologi.lipi.go.id). Diakses tanggal 8 Januari 2011.
No comments:
Post a Comment