BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bumi merupakan satu
dari sekian banyak planet yang memiliki keunikan tersendiri. Yang mana, di bumi
terdapat hamparan
lautan yang biru, dataran yang luas, bukit-bukit, pegunungan dan langit biru
yang disinari matahari, semuanya merupakan lingkungan alam. Kehidupan manusia
didukung oleh lingkungan alam tersebut, dimana lingkungan alam adalah cakupan
dari lingkungan hidup yang meliputi lingkungan fisik, biologi dan budaya.
Didalam Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 4 tahun 1982 yang
disempurnakan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 pasal 1
menyebut pengertian lingkungan hidup sebagai berikut.
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.”
Kestabilan lingkungan hidup
kebanyakan dipengaruhi oleh manusia itu sendiri. Semakin banyak kebutuhan
manusia, maka semakin sering kita memanfaatkan sumber daya alam yang merupakan
bagian dari lingkungan hidup. Kepandaian manusia mengolah alam diperlukan agar
kestabilan tersebut tetap terjaga. Jika kestabilan lingkungan hidup terganggu,
maka kehidupan manusia akan terganggu dari berbagai sisi.
Kenyataan yang terjadi sekarang,
memberi kita peluang untuk menyimpulkan bahwa lingkungan hidup sudah tidak
stabil lagi. Banyak pengaruh yang dirasakan dalam kehidupan kita saat ini yang
diakibatkan oleh ketidakstabilan tersebut. Untuk itu, kita perlu mengetahui
kondisi lingkungan hidup saat ini dan akibat apa yang ditimbulkannya bagi
kehidupan manusia.
Makalah ini, menjelaskan
kasus-kasus aktual yang terjadi dalam lingkungan hidup beserta dengan dampak
yang ditimbulkan dan juga solusi atau usaha-usaha apa saja yang seharusnya
dilakukan untuk meminimalisir kasus-kasus tersebut. Penjelasan ini tentu saja
merupakan bentuk keprihatinan dan kesadaran bersama, yang kita merupakan bagian
dari lingkungan hidup itu sendiri. Dengan demikian, kita diharapkan bisa
menjadi orang-orang yang peduli dengan apapun yang terjadi dilingkungan sekitar
kita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami menyusun penjelasan
singkat mengenai 3 kasus-kasus aktual lingkungan hidup yang terjadi saat ini.
Diantaranya :
1.
Kasus sampah: semua jenis sampah. Misalnya sampah rumah
tangga, sampah industri. Dimana, yang kita ketahui adalah limbah dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan.
2.
Kasus kerusakan hutan: kasus ini yang sangat marak terjadi
di Indonesia. Jika terus menerus dibiarkan, maka akan menimbulkan dampak yang
lebih besar terhadap dunia secara umum.
3.
Kasus masalah lengkungkan akibat aktifitas pertambanagn
pertambangan: pertambangan yang dimaksud ditinjau dari berbagai tempat
dilakukannya pertambangan yang ternyata memberikan masalah pada kestabilan
lingkungan hidup.
C. Tujuan
Makalah ini, bertujuan untuk :
1.
Mempelajari lingkungan hidup mengenai pengaruhnya pada
kehidupan manusia dan pengaruh manusia terhadapnya
2.
Memberi informasi bahwa kondisi lingkungan hidup saat ini
mengalami ketidakstabilan dengan melihat banyaknya kasus-kasus lingkungan hidup
yang terjadi disekitar kita
3.
Memberi kesadaran agar memberikan bentuk keprihatinan dan kepedulian
akan kasus-kasus lingkungan hidup yang saat ini terjadi
4.
Memaparkan beberapa usaha-usaha yang sebaiknya dilakukan
untuk menanggulangi kasus-kasus lingkungan hidup yang telah terjadi
D. Manfaat
Makalah ini, diharapkan dapat
bermanfaaat bagi :
1.
Penyaji/Pemakalah : bahwa dengan adanya pengkajian yang
telah dilakukan mengenai kasus-kasus aktual yang terjadi di lingkungan,
pemakalah menjadi lebih terbuka pandangannya dalam melihat kondisi eksternal
yang terjadi diluar dirinya.
2.
Peserta Diskusi : agar terlibat dalam hal tukar pikiran
mengenai apa yang sebaiknya dilakukan untuk menanggapi kasus-kasus tersebut.
Selain itu, juga untuk lebih menimbulkan kesadaran pada diri masing-masing.
3.
Penyelaras (Dosen Pengampu) : dalam hal menilai cara pandang
pemakalah dan peserta diskusi ketika menanggapi, serta mengkaji kasus-kasus
tersebut. Dan juga, untuk mengarahkan alur berpikir dalam menyamakan konsep
mengenai kasus-kasus aktual yang sekarang terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus-Kasus Lingkungan Aktual
1. Kerusakan Hutan
Hutan
merupakan sebuah wilayah atau kawasan yang ditumbuhi aneka pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan hutan tersebar luas di penjuru dunia, baik di daerah
tropis maupun daerah dengan iklim yang dingin di dataran rendah maupun di pegunungan,
di pulau
kecil maupun di benua
besar.
Suatu kumpulan
pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan
yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada
di hutan hujan tropis,
rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan
lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun
berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang
sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian
penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai
suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih
banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui
budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan
sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil
oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia
air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal
ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.
Sebagai bagian
dari cagar lapisan biosfer, hutan memiliki banyak fungsi yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Tak hanya manusia, hewan
dan tumbuhan pun sangat memerlukan hutan untuk kelangsungan hidupnya.
Kawasan yang ditumbuhi pepohonan tersebut akan dikatakan hutan apabila kawasan
ini mampu menciptakan sebuah iklim dan kondisi yang khas di daerah itu. Sebagai
contoh saat kita memasuki hutan tropis, maka kita
akan merasa memasuki daerah dengan suasana hangat dan lembab. Suasana ini tentu
akan berbeda dengan suasana di kawasan luar hutan tersebut.
Berdasarkan
data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan Zaire mempunyai
luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia sendiri
mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di asia dan nomor
tiga di dunia. ( Kantor Men. KLH, 1990 : 25-27 ).
Hutan Indonesia terancam semakin berkurang
seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 2 dan 3 tahun 2008.
Peraturan ini mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar
kegiatan kehutanan (Liem dalam Wajah Hutan Indonesia). PP tersebut
akan menjadi landasan hukum bagi investor untuk membuka hutan-hutan produksi
baru atau kegiatan budidaya hutan di berbagai wilayah di Nusantara.
Menurut data yang diperoleh dari WALHI, dalam periode 2000-2005, hutan
Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi ini terjadi
akibat pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi menempatkan pertimbangan
ekologis sebagai rujukan utama. Alih fungsi hutan lindung yang sedang
berlangsung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dan Banyuasin, Sumatera
Selatan, adalah ukuran paling mencolok. Selain itu, proses deforestasi
terjadi besar-besaran di tujuh pulau besar di Indonesia, terbesar di Pulau
Sumatera dan Kalimantan.
Saat ini Indonesia adalah pemilik 126,8 juta hektar
hutan. Hutan seluas ini merupakan tempat tinggal dan pendukung kehidupan 46
juta penduduk lingkar hutan. Namun, seiring dengan tingginya tingkat permintaan
pasar pada industri pengolahan kayu, laju pertumbuhan pengurangan hutan dapat
menyebabkan hilangnya asset bangsa dan dunia ini dalam waktu yang cepat (Berry
dalam Tenggelamnya Indonesiaku!).
Kerusakan hutan
(deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data
laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh
Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta
hektar pertahun.
Dari total luas
hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan
Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar)
sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga
tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia
telah musnah.
Selain itu, 25%
lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam
kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas
htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar
saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga
masih terjaga dan berupa hutan primer.
Indonesia
memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki
12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia, pemilik 16% spesies
binatang reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan
dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di
daerah tersebut. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang
sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan
aslinya sebesar 72%. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama
puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara
besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare
per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektare per tahun.
Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan
hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra
landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektare hutan dan lahan rusak,
diantaranya seluas 59,62 juta hektare berada dalam kawasan hutan.
Laju
deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri,
terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga
mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta
meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari
berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut
World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun.
Penyebab deforestasi
terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi
hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti
kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997. Deforestasi
di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan
ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai
sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan
keuntungan pribadi.
Untuk saat ini,
penyebab deforestasi hutan semakin kompleks. Kurangnya penegakan hukum
yang terjadi saat ini memperparah kerusakan hutan dan berdampak langsung pada
semakin berkurangnya habitat orangutan secara signifikan.
Penyebab deforestasi di
Indonesia, yaitu :
a. Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari
setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan
sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional
hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan
akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat
lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang telah dieksploitasi secara
berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari
konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori "sudah
terdegradasi". Areal konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan
penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang
memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk mengajukan permohonan izin
konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan
ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan.
b. Hutan Tanaman Industri
Hutan tanaman
industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai
suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang
berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap
hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah
dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan
telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya
sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7 juta ha
menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif.
c. Perkebunan
Lonjakan
pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab
lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi
menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat
dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara
perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5
juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam
keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi
HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para
pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan
dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian
pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
d.
Illegal Logging
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa
Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan,
pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas
setempat. Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia
mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston 2004). Sedangkan data
Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukkan angka Rp. 83 milyar perhari
sebagai kerugian financial akibat penebangan liar
2. Sampah
Secara
umum, sampah didefinisikan sebagai segala macam buangan yang dihasilkan dari
aktivitas manusia atau hewan yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Sedangkan
sampah kota secara sederhana dapat diartikan sebagai sampah organik
maupun anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota
tersebut. Menurut kamus istilah lingkungan,1994, sampah adalah bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam
pembikinan atau pemakaian barang rusak atau tercacat dalam pembikinan
manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.
Sumber-sumber
sampah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a.
Sampah domestik (domestic sewage) yaitu sampah yang
berasal dari permukiman masyarakat.Sampah yang dihasilkan dari permukiman
masyarakat kota dan desa tidaklah sama (berbeda) baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
b.
Sampah komersil (commercial wastes) yaitu sampah /
limbah padat yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersil.
c.
Sampah industri (industrial wastes) yaitu limbah
padat/ sampah yang berasal dari buangan hasil proses industri.
d.
Sampah alami, yaitu sampah yang berasal dari hasil bencana
alam atau proses alam.
Menurut
prakiraan, volume sampah yang dihasilkan per orang rata-rata berkisar 0,5
kg/kapita/hari.Dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, apabila tidak ada
penanganan yang khusus, maka kota-kota tersebut akan tenggelam dalam timbulan
sampah berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya.
Dengan
penduduk sekitar 1,3 juta jiwa, setidaknya 3.900 meter kubik sampah padat menggelontor
Kota Makassar setiap harinya. Dengan perkembangan Makassar yang diperkirakan bakal
mencapai 1,5 juta jiwa pada tahun 2005 dan 2,2 juta jiwa pada tahun 2015,
dengan asumsi buangan sampah per jiwanya 0,3 meter kubik per hari, bisa
dibayangkan bakal menggunungnya sampah di Makassar.Aktifitas kota yang semakin
meningkat, menimbulkan jumlah sampah yang meningkat. Sebagai akibatnya
pengelolaan sampah menjadi lebih sulit pula dan menjadi masalah terutama di
kota-kota besar. Sampai dengan saat ini, pengelolaan persampahan yang dilakukan
oleh pemerintah masih menggunakan pendekatan end of pipe solution. Yang terdiri
dari 3 tahapan kegiatan, yakni pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir/
pengolahan. Dalam tahap pengumpulan inilah TPS (Tempat Penampungan Sementara)
dan TPA (Tempat Penampungan Akhir) sampah amat berperan.
Selain permasalahan
yang disebabkan oleh menumpuknya sampah-sampah padat, masalah lain yang
ditimbulkan oleh sampah adalah banyaknya pencemaran oleh sampah-sampah cair
serta sampah gas atau yang biasa disebut emisi. Sampah-sampah ini ada yang
berasal dari indrustri atau yang biasa disebut dengan limbah, ada pula yang
berasal dari rumah tangga dan aktifitas sehari-hari, misalnya sampah
cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian, serta gas-gas
buangan dari kendaraan bermotor yang kita gunakan.
Sampah membawa
dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang
secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan
menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah rumah
tangga yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus got dan
serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang membawa kuman
penyakit. Sampah menjadi masalah karena mengotori dan mengganggu keindahan
serta kenyamanan manusia, dan karena ditimbulkan oleh kegiatan manusia
akibatnya sampah akan selalu muncul dalam keseharian hidup manusia. Sampah
memang wajar ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketidakwajaran terjadi
ketika volume sampah berada di atas batas toleransi, terlebih pada
tempat-tempat umum.
3. Pertambangan
Pertambangan
adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.Pertambangan
merupakan usaha pemerintah atau suatu instansi lainnya dalam mencari, menggali
dan mengolah kekayaan alam yang termasuk sumber daya alam tidak dapat
diperbaharui seperti jenis-jenis logam, batu bara dan minyak bumi, yang
nantinya dapat secara tidak langsung dapat meningkatan pembangunan negara.
Kegiatan pertambangan dan pengolahanya memang membawa dampak
positif yang cukup besar untuk pembangunan negara, namun perlu kita ketahui
bahwa kegiatan pertambangan dan pengolahan minyak bumi serta berbagai
macam logam dapat mengakibatkan percemaran lingkungan yang besar dan sulit
dihindari. Kita sering mendengar berbagai kasus pencemaran air dan tanah akibat
pertambangan dan pengolahan logam.
Dampak aktifitas pertambangan terhadap tanah dapat diketahui,
misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan
lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining).
Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa
lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut
digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat
dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu. Selain itu,
masalah yang terkait dengan tambang batu bara bawah tanah adalah amblesan,
dimana permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batu bara di
bawahnya. Setiap kegiatan tata guna lahan yang dapat menghadapkan harta benda
pribadi atau harta milik sendiri atau bentang alam yang bernilai pada suatu
risiko jelas merupakan suatu masalah.
Kasus-kasus pencemaran akibat pertambangan bukan hanya
mencemari tanah dan air namun juga bisa mencemari udara di lingkungan sekitar
pertambangan. Pencemaran udara bisa diakibatkan kebocoran pipa pengolahan logam
yang dapat melepas gas berbahaya seperti CO2, CO, gas belerang, H2S dan methan.
Kasus-kasus kebocoran ini bisa mengakibatkan gangguan pernapasan, alergi pada
kulit atau bahkan berujung pada kematian. Kebocoran gas pada proses pengolahan hasil
tambang minyak bumi juga dapat mengakibatkan ledakan yang dipicu oleh gas
nitrogen.
Dibandingkan pencemaran udara, pencemaran air dan tanah
lebih sering terjadi dalam kasus pertambangan seperti kasus di daeran teluk
buyat. Dalam kasus ini kadar merkuri yang merupakan limbah dari pengolahan
hasil tambang emas merusak ekosistem perairan di teluk buyat, minahasa,
sulawesi utara. Hal ini mengakibatkan hewan-hewan perairan teluk buyat mati
sehingga warga teluk buyat yang sebagian berprofesi sebagai nelayan kehilangan
mata pencaharian. Bukan hanya itu, banyak warga teluk buyat yang mengalami
penyakit kulit yang menyerupai penyakit minamata. Penyakit minatama adalah
sejenis penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama
minamata di Jepang. Kasus ini merupakan kasus yang cukup serius dalam masalah
pencemaran akibat pertambangan. Bukan hanya warga Teluk Buyat yang menjadi
korban, kemungkinan sebagian ikan-ikan di perairan sulawesi utara juga
mengalami keracunan, hal ini bisa menyebabkan warga sekitar sulawesi utara yang
mengkonsumsi ikan-ikan tersebut mengalami hal sama yang terjadi pada sebagian
besar warga Teluk Buyat. Selain itu, eksploitasi minyak bumi, khususnya cara
penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya
tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke
laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada
dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.
Oleh karena itu dalam usaha pertambangan dan pengolahan hasil
tambang, sebaiknya pemerintah dan pengusaha terkait memikirkan akibat dari
usaha yang mereka lakukan. Banyak ratusan warga serta lingkungan hidup mereka
yang telah menjadi korban hanya demi mencari kekayaan semata.
B.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Terjadinya Kasus-Kasus Lingkungan
1.
Faktor Alam
Kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam pada
umumnya merupakan bencana alam seperti letusan gunung api, banjir, abrasi,
angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Indonesia sebagai
salah satu zona gunung api dunia, sering mengalami letusan gunung api akan
tetapi pada umumnya letusannya tidak begitu kuat sehingga kerusakan lingkungan
yang ditimbulkannya terbatas di daerah sekitar gunung api tersebut, seperti
flora dan fauna yang tertimbun arus lumpur (lahar), awan panas yang mematikan,
semburan debu yang menimbulkan polusi udara, dan sebagainya.
Banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi,
diikuti pula dengan kerusakan hutan yang semakin meluas. Banjir yang sering
pula disertai dengan tanah longsor telah menimbulkan kerusakan terhadap
lingkungan kehidupan.
Kerusakan lingkungan hidup di tepi pantai disebabkan oleh
adanya abrasi yaitu pengikisan pantai oleh air laut yang terjadi secara alami.
Untuk menyelamatkan pantai dari kerusakan akibat abrasi, perlu dibangun
tanggul-tanggul pemecah ombak yang berfungsi sebagai penahan abrasi di tepi
pantai.
Angin tornado di Amerika Serikat, akan menimbulkan kerusakan
lingkungan seperti tumbangnya pohon-pohonan, banyak rumah-rumah dan tanaman
yang rusak, jaringan listrik yang putus, dan sebagainya.
Gempa bumi adalah kekuatan alam yang berasal dari dalam
bumi, menyebabkan getaran terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi sering terjadi
di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Gempa bumi yang lemah tidak
menimbulkan kerusakan pada lingkungan, tetapi bila gempa yang terjadi sangat
kuat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar.
2.
Kerusakan Lingkungan Hidup yang
Disebabkan oleh Kegiatan Manusia
Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia jauh
lebih besar dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
proses alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia
berlangsung secara terus menerus dan makin lama makin besar pula kerusakan yang
ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia terjadi
dalam berbagai bentuk seperti pencemaran, pengerukan, penebangan hutan untuk
berbagai keperluan, dan sebagainya.
Limbah-limbah yang dibuang dapat berupa limbah cair maupun
padat, bila telah melebihi ambang batas, akan menimbulkan kerusakan pada
lingkungan, termasuk pengaruh buruk pada manusia. Salah satu contoh kasus
pencemaran terhadap air yaitu “Kasus Teluk Minamata” di Jepang. Ratusan orang
meninggal karena memakan hasil laut yang ditangkap limbah industri ke dalam
tanah, sungai, danau, dan laut. Kebocoran-kebocoran pada kapal-kapal tanker dan
pipa-pipa minyak yang menyebabkan tumpahan minyak ke dalam perairan,
menyebabkan kehidupan di tempat itu terganggu, banyak ikan-ikan yang mati,
tumbuh-tumbuhan yang terkena genangan minyak pun akan musnah pula.
Pengerukan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan
seperti pertambangan batu bara, timah, bijih besi, dan lain-lain telah
menimbulkan lubang-lubang dan cekungan yang besar di permukaan tanah sehingga
lahan tersebut tidak dapat digunakan lagi sebelum direklamasi.
Penebangan-penebangan hutan untuk keperluan industri, lahan
pertanian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya telah menimbulkan kerusakan lingkungan
kehidupan yang luar biasa. Kerusakan lingkungan kehidupan yang terjadi
menyebabkan timbulnya lahan kritis, ancaman terhadap kehidupan flora, fauna dan
kekeringan.
C. Dampak dari Kasus-Kasus Lingkungan
Kasus-kasus lingkungan yang terjadi
saat ini memiliki andil yang sangat besar terhadap berbagai masalah lingkungan
yang sering terjadi saat ini. Satu masalah tidak hanya disebabkan oleh satu
kasus saja, dan satu kasus tidak hanya menimbulkan satu masalah saja tetapi
dapat mengakibatkan timbulnya masalah yang lain pula. Kasus-kasus ini saling
berhubungan satu dengan yang lain dan mengakibatkan masalah yang lebih besar
lagi, yang berdampak pada kelangsungan hidup manusia. Berikut ini akan dibahas
menengenai beberapa dampak yang terjadi kasus-kasus lingkungan saat ini.
1.
Pemanasan Global
Pemanasan global
(
Inggris:
global warming) adalah suatu proses meningkatnya
suhu rata-rata
atmosfer,
laut, dan daratan
Bumi. Suhu rata-rata
global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °
C
(1.33 ± 0.32 °
F) selama seratus tahun terakhir.
Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan
besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah
kaca akibat aktivitas manusia” melalui
efek rumah
kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30
badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari
negara-negara
G8.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak.
Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas
yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah
gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di
atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah
kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca.
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak
panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk
hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah
lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek
rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh
permukaan Bumi.
Namun yang terjadi saat ini. Banyaknya gas-gas CO2 hasil
pembakaran yang diemisikan baik oleh industri maupun dari aktifitas manusia
sehari-hari, serta banyaknya kebakaran hutan yang terjadi menyebabkan tingginya
jumlah gas rumah kaca di atmosfir. Apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di
atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global. Keadaan ini diperparah oleh
semakin berkurangnya kawasan hutan yang merupakan paru-paru dunia. Dimana hutan
berfungsi untuk mendaur ulang CO2 yang ada di udara menjadi O2
melalui reaksi fotosintesis. Pemanasan global ini jika terus belanjut akan
membawa masalah-masalah baru, seperti
·
keadaan iklim ang tidak stabil
·
meningkatnya permukaan laut sehingga ada
beberapa daratan yang akan tenggelam
·
suhu global yang cenderung meningkat
·
gangguan ekologis
·
dampak sosial dan ekonomi lainnya, seperti
munculnya berbagai penyakit dan terrjadinya gagal panen sehingga harga kebutuhn
meningkat.
2.
Banjir
Di
Indonesia kerap sekali terjadi bencana alam. Salah satunya adalah bencana
banjir yang sering terjadi. Lihat saja banjir bandang yang banyak terjadi
karena sungai tiba-tiba meluap atau contohlah di jakarta yang kebanyakan banjir
terjadi karena ulah manusia sendiri.
Penyebab
banjir sendiri bisa terjadi karena berbagai hal baik alam maupun manusia.Dan
berikut adalah hal-hal yang menyebabkan banjir di seluruh dunia termasuk
Indonesia :
Peristiwa
alam seperti Curah hujan dalam jangka waktu yang lama. Terjadinya erosi tanah
hingga hanya menyisakan batuan, dan tidak ada resapan air. Bahkan bukan hanya
banjir tapi juga tanah longsor Buruknya penanganan sampah,
hingga kemudian sumber saluran air tersumbat.Bendungan dan saluran air rusak.
Seperti yang terjadi pada bencana di situ gintung Penebangan hutan secara liar
dan tidak terkendali.
Di
daerah bebatuan daya serap air sangat kurang. Sehingga memudahkan terjadi
bencana banjir kiriman atau bencana banjir bandang.
Keadaan tanah tertutup semen, paving atau aspal, hingga tidak menyerap air.
Pembangunan
tempat permukiman dimana tanah kosong diubah menjadi jalan gedung, tempat
parkir, hingga daya serap air hujan tidak ada. Contohlah kota-kota besar
semacam Jakarta yang sering terjadi bencana banjir.
Bencana
banjir sebenarnya dapat kita hindari, yaitu dengan menghindari hal-hal diatas.
Sehingga tidak akan terjadi peristiwa seperti situ gintung ataupun bajir
bandang yang sering terjadi di indonesia. seperti sebuah kata bijak “Manusia
adalah bagian dari alam, jika kita menyakiti alam maka kita juga akan menyakiti
manusia”.
Di
awal tahun 2013 ini Jakarta kembali mengalami bencana banjir seperti terjadi
pada tahun sebelumnya. WALHI Jakarta menyatakan bahwa banjir ini merupakan banjir
yang terbesar dari banjir-banjir yang ada sebelumnya, ketinggian maupun besaran
dampaknya melebihi banjir tahun sebelumnya. Banjir ini bahkan terjadi di saat
curah hujan belum mencapai puncaknya. Hal ini dikarenakan gundulnya lahan hutan
di daerah Puncak akibat dari pembangunan villa-villa yang sembarang sehingga
jika curah hujan tinggi tanah sudah tidak mampu lagi menampung air. Selain itu
keadaan sungai di Jakarta yang penuh
dengan sampah juga semakin memperparah keadaan. Tumpukan sampah yang ada mengakibatkan
daya tampung sungai mengecil sehingga air yang seharusnya mengalir di sungai
justru meluap ke pemukiman warga.
Banjir
di Jakarta akan terus terjadi karena negara telah salah urus dalam mengelola
sumber daya dan ruang (penataan kota). Sejak awal pembangunan di Jakarta telah
menyimpang seperti misalnya mesterplan 1965-1985 yang menetapkan daerah timur
Jakarta termasuk Kelapa Gading dan barat Jakarta termasuk wilayah Angke masuk
dalam lahan hijau. Tetapi pada rencana induk 1985-2005 peruntukan lahan hijau
tersebut tidak ada lagi.
Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana bagi manusia
bila proses itu mengenai manusia dan menyebabkan kerugian jiwa maupun materi.
Dalam konteks sistem alam, banjir terjadi pada tempatnya. Banjir akan mengenai
manusia jika mereka mendiami daerah yang secara alamiah merupakan dataran
banjir. Jadi, bukan banjir yang datang, justru manusia yang mendatangi banjir.
Apabila hal tersebut dapat kita terima, maka bencana banjir yang dialami
manusia sebenarnya adalah buah dari kegagalan manusia dalam membaca karakter
alam. Kegagalan manusia membaca apakah suatu daerah aman atau tidak untuk
didiami. Misalnya, kegagalan manusia membaca karakter suatu daerah sehingga
tidak mengetahui daerah tersebut merupakan daerah banjir. Atau, sudah
mengetahui daerah tersebut daerah banjir tetapi tidak peduli.
3.
Pencemaran Lingkungan
Pencemaran
lingkungan dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya, berdasarkan
bahan pencemarnya, serta berdasarkan tingkat pencemarannya.
Berdasarkan Tempat Terjadinya
a. Pencemaran
Udara, disebabkan oleh :
1)
CO2 - Karbon dioksida berasal dari
pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil ( batubara, minyak bumi
), juga dari mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu.
2)
CO (Karbon Monoksida) - Proses
pembakaran dimesin yang tidak sempurna, akan menghasilkan gas CO.
3)
CFC (Khloro Fluoro Karbon) - Gas CFC
digunakan sebagai gas pengembang karena tidak bereaksi, tidak berbau, dan tidak
berasa. CFC banyak digunakan untuk mengembangkan busa (busa kursi), untuk AC
(Freon), pendingin pada lemari es, dan hairspray.
4)
SO dan SO2 - Gas belerang oksida
(SO,SO2) di udara dihasilkan oleh pembakaran fosil (minyak, batubara). Gas
tersebut dapat bereaksi dengan gas nitrogen oksida dan air hujan, yang
menyebabkan air hujan menjadi asam, yang disebut hujan asam. Hujan asam
mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah mati, produksi pertanian merosot,
besi dan logam mudah berkarat, bangunan-bangunan kuno, seperti candi menjadi
cepat aus dan rusak, demikian pula bangunan gedung dan jembatan.
5)
Asap Rokok - Asap rokok bisa
menyebabkan batuk kronis, kanker paru-paru, mempengaruhi janin dalam kandungan
dan berbagai gangguan kesehatan lainnya.
b. Pencemaran
Air, disebabkan oleh :
1)
Limbah pertanian dapat mengandung
polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota
sungai. Pupuk organik yang larut dalam air dapat menyuburkan lingkungan air
(eutrofikasi), karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur
(blooming). Hal ini akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme
dalam air, karena oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam
air terhalang dan tidak dapat masuk ke dalam air, sehingga kadar oksigen dan
sinar matahari berkurang.
2)
Limbah rumah tangga berupa berbagai
bahan organik (misal sisa sayur, ikan, nasi, minyak, lemak, air buangan
manusia), atau bahan anorganik misalnya plastik, aluminium, dan botol yang
hanyut terbawa arus air. Sampah yang tertimbun menyumbat saluran air dan
mengakibatkan banjir. Pencemar lain bisa berupa pencemar biologi seperti bibit
penyakit, bakteri, dan jamur. Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami
penguraian dan pembusukan, akibatnya kadar oksigen dalam air turun drastis
sehingga biota air akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, akan
ditemukan cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan
petunjuk biologis (bioindikator) parahnya limbah organik dari limbah pemukiman.
3)
Limbah industri berupa polutan organik
yang berbau busuk, polutan anorganik yang berbuih dan berwarna, polutan yang
mengandung asam belerang berbau busuk, dan polutan berupa cairan panas.
Kebocoran tanker minyak dapat menyebabkan minyak menggenangi lautan sampai
jarak ratusan kilometer. Tumpahan minyak mengancam kehidupan ikan, terumbu
karang, burung laut, dan organisme laut lainnya untuk mengatasinya, genangan
minyak dibatasi dengan pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian ditaburi
dengan zat yang dapat menguraikan minyak.
4)
Penangkapan Ikan Menggunakan racun.
Sebagian penduduk dan nelayan ada yang menggunakan tuba (racun dari tumbuhan),
potas (racun kimia), atau aliran listrk untuk menangkap ikan. Akibatnya, yang
mati tidak hanya ikan tangkapan melainkan juga biota air lainnya.
c.
Pencemaran
Tanah, disebabkan oleh sampah organik dan anorganik yang
berasal dari limbah rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian,
peternakan, dan sebagainya.
Berdasarkan Macam Bahan Pencemar
a.
Pencemaran kimia : CO2, logam berat
(Hg, Pb, As, Cd, Cr, Ni), bahan radioaktif, pestisida, detergen, minyak, pupuk
anorganik.
b.
Pencemaran biologi : mikroorganisme
seperti Escherichia coli, Entamoeba coli, Salmonella thyposa.
c.
Pencemaran fisik : logam, kaleng,
botol, kaca, plastik, karet.
d.
Pencemaran suara : kebisingan ( menyebabkan
sulit tidur, tuli, gangguan kejiwaan, penyakit jantung, gangguan janin dalam
kandungan, dan stress).
Berdasarkan Tingkat Pencemaran
a.
Pencemaran ringan, yaitu pencemaran
yang dimulai menimbulkan gangguan ekosistem lain. Contohnya pencemaran gas
kendaraan bermotor.
b.
Pencemaran kronis, yaitu pencemaran
yang mengakibatkan penyakit kronis. Contohnya pencemaran Minamata di Jepang.
c.
Pencemaran akut, yaitu pencemaran
yang dapat mematikan seketika. Contohnya pencemaran gas CO dari knalpot yang
mematikan orang di dalam mobil tertutup, dan pencemaran radioaktif.
Pencemaran yang terjadi dapat memberikan dampak yang begitu besar bagi
ekosistem di muka bumi ini. Berikut ini berbagai macam dampak yang dapat
terjadi akibat pencemaran lingkungan yang terjadi.
a.
Punahnya Species
b.
Peledakan Hama
c.
Gangguan Keseimbangan Lingkungan
d.
Kesuburan Tanah Berkurang
e.
Keracunan dan Penyakit
f.
Pemekatan Hayati
g.
Terbentuk Lubang Ozon
h.
Efek Rumah Kaca
D.
Usaha-usaha
Untuk Menanggulangi Kasus-kasus Lingkungan
Beberapa usaha yang dilakukan untuk pelestarian lingkungan
hidup antara lain yaitu sebagai berikut.
1. Bidang Kehutanan
Kerusakan hutan yang semakin parah dan
meluas, perlu diantisipasi dengan berbagai upaya. Beberapa usaha yang perlu
dilakukan antara lain :
a.
Penebangan pohon dan penanaman kembali agar dilakukan dengan
seimbang sehingga hutan tetap lestari.
b.
Memperketat pengawasan terhadap penebangan-penebangan liar,
dan memberikan hukuman yang berat kepada mereka yang terlibat dalam kegiatan
tersebut.
c.
Penebangan pohon harus dilakukan secara bijaksana. Pohon
yang ditebang hendaknya yang besar dan tua agar pohon-pohon yang kecil dapat
tumbuh subur kembali.
d.
Melakukan reboisasi (penanaman hutan kembali) pada
kawasan-kawasan yang hutannya telah gundul, dan merehabilitasi kembali hutan-hutan
yang telah rusak.
e.
Memperluas hutan lindung, taman nasional, dan sejenisnya
sehingga fungsi hutan sebagai pengatur air, pencegah erosi, pengawetan tanah,
tempat perlindungan flora dan fauna dapat tetap terpelihara dan lestari.
2. Bidang Pertanian
Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan agar
lingkungan pertanian tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan :
a.
Mengubah sistem pertanian berladang (berpindah-pindah)
menjadi pertanian menetap seperti sawah, perkebunan, tegalan, dan sebagainya.
b.
Pertanian yang dilakukan pada lahan tidak rata (curam),
supaya dibuat teras-teras (sengkedan) sehingga bahaya erosi dapat diperkecil.
c.
Mengurangi penggunaan pestisida yang banyak digunakan untuk
pemberantasan hama tanaman dengan cara memperbanyak predator (binatang pemakan)
hama tanaman karena pemakaian pestisida dapat mencemarkan air dan tanah.
d.
Menemukan jenis-jenis tanaman yang tahan hama sehingga
dengan demikian penggunaan pestisida dapat dihindarkan.
3. Bidang Industri
Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan manusia yang semakin
meningkat menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab semakin meningkatnya
perindustrian. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat
perindustrian, maka usaha-usaha yang perlu dilakukan diantaranya :
a.
Limbah-limbah industri yang akan dibuang ke dalam tanah
maupun perairan harus dinetralkan terlebih dahulu sehingga limbah yang dibuang
tersebut telah bebas dari bahan-bahan pencemar. Oleh karena itu, setiap
industri diwajibkan membuat pengolahan limbah industri.
b.
Untuk mengurangi pencemaran udara yang disebabkan oleh asap
industri yang berasal dari pembakaran yang menghasilkan CO (Karbon monooksida)
dan CO2 (karbon dioksida), diwajibkan melakukan penghijauan di
lingkungan sekitarnya. Penghijauan yaitu menanami lahan atau halaman-halaman dengan
tumbuhan hijau.
c.
Mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi dengan sumber
energi yang lebih ramah lingkungan seperti energi listrik yang dihasilkan PLTA,
energi panas bumi, sinar matahari, dan sebagainya.
d.
Melakukan daur ulang (recycling) terhadap barang-barang
bekas yang tidak terpakai seperti kertas, plastik, aluminium, best, dan
sebagainya. Dengan demikian selain memanfaatkan limbah barang bekas, keperluan
bahan baku yang biasanya diambil dari alam dapat dikurangi.
e.
Menciptakan teknologi yang hemat bahan bakar, dan ramah
lingkungan.
f.
Menetapkan kawasan-kawasan industri yang jauh dari
permukiman penduduk.
4. Bidang Perairan
Adapun dalam hal perairan, beberapa usaha yang perlu
dilakukan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yaitu :
a.
Melarang pembuangan limbah rumah tangga, sampah-sampah, dan
benda-benda lainnya ke sungai maupun laut karena sungai dan laut bukan tempat
pembuangan sampah.
b.
Perlu dibuat aturan-aturan yang ketat untuk penggalian pasir
di laut sehingga tidak merusak lingkungan perairan laut sekitarnya.
c.
Pengambilan karang di laut yang menjadi tempat berkembang
biak ikan-ikan harus dilarang.
d.
Perlu dibuat aturan-aturan penangkapan ikan di sungai/laut
seperti larangan penggunaan bom ikan, pemakaian pukat harimau di laut yang
dapat menjaring ikan sampai sekecil-kecilnya, dan sebagainya.
5. Perundang-undangan
Melaksanakan dengan konsekuen UU No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan memberikan sanksi hukuman
yang berat bagi pelanggar-pelanggar lingkungan hidup sesuai dengan tuntutan undang-undang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saat
ini telah begitu banyak kasus-kasus kerusakan lingkugan hidup banyak
diakibatkan oleh manusia. Diantaranya kebakaran hutan, penebangan liar yang
mengakibatkan hutan gundul, pencemaran lingkungan akibat sampah, serta
kerusakan lingkungan akibat aktifitas pertambangan dan industri. Akibatnya bumi
ini semakin hari semakin rusak dan semakin banyak saja bencana yang terjadi,
misalnya banjir, pemanasan global, bahkan punahnya berbagai macam spesies. Oleh karena itu,
manusia harus segera menanggulangi kerusakan ini sebelum kerusakan semakin
meluas. Selain menanggulangi manusia harus sadar dan mengintrospeksi diri
mereka agar tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti merusak lingkungan.
B.
Saran
Setelah
mengkaji makalah ini diharapkan kepada pembaca untuk lebih meningkatkan
kesadaran akan lingkungan dengan tidak melakukan lagi hal-hal yang dapat
memperparah kerusakan yang sudah terjadi. Kita harus dapat menjaga dan
melestarikannya , demi kelangsungan kehidupan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA